Narasi

Ketupat dan Othak-athik Gatuk-nya

Ketupat dan Othak-athik Gatuk-nya

 

Penulis: Husni Efendi

Tergelitik dengan tulisan status salah satu teman di FB, baginya, lebaran identiknya dengan apem bukan ketupat. Saya mbatin, jangan-jangan sajian ketupat saat Lebaran, banyaknya di daerah Jawa saja (tolong dikoreksi jika saya salah).

Anggapan itu saya asumsikan dengan pendapat Hermanus Johannes de Graaf (sejarawan Belanda yang mengkhususkan diri menulis sejarah Jawa), mengatakan bahwa ketupat pertama kali muncul di Jawa sejak abad ke-15 pada masa pemerintahan Kerajaan Demak, di bawah Raden Patah.

Hal ini cocok, saat ketupat yang pembungkusnya terbuat dari janur ini menunjukkan identitas budaya pesisiran yang ditumbuhi banyak pohon kelapa.

Era yang mengaitkannya dengan Sunan Kalijaga, di mana ketupat dimaknai dengan sekian “kiroto boso” (otak atik gathuk dengan motivasi kebijaksanaan). Semisal ketupat yang berangkat dari kata dasar kupat adalah kepadatan dari “ngaku lepat” (mengaku salah).

Kemudian, beras yang dimasukkan ke dalam anyaman janur digambarkan sebagai nafsu duniawi. Sedangkan, kerumitan anyaman ketupat menjadi simbol dari kompleksitas kelas sosial di masyarakat. Anyaman yang saling berkaitan menjadi anjuran bagi setiap orang untuk menyambung tali silaturahmi tanpa melihat perbedaan kelas sosial.

Perihal “otak atik gathuk” tadi, jika tak berkenan tak perlu diyakini, dan juga tak usah terlalu dibantah. Toh, kuliner punya jalannya sendiri untuk merekatkan persaudaraan.

Selamat Idulfitri untuk yang merayakan, selamat memperingati kenaikan Isa Al-Masih untuk yang mengimani.

Post Comment