Bubur Ayam H Sulaiman adalah salah satu bubur ayam legendaris di Jakarta, yang lokasinya berada di dekat stasiun Cikini. Dan saran untuk berkunjung ke sini mungkin ada baiknya menggunakan moda transportasi umum, seperti KRL.
Sembari memesan bubur ayamnya, kami juga berbincang dengan Nurhayati, salah satu karyawan yang sudah lama bekerja di sini, tentang perjalanan Bubur Ayam H Sulaiman.
Saat ini operasional di Bubur Ayam H Sulaiman dijalankan oleh generasi ketiga, cucu dari H Sulaiman. H Sulaiman sendiri memulai usahanya dari tahun 60-an, yang awalnya mencoba peruntungan menjual martabak, namun kemudian beralih berjualan bubur, yang ternyata lebih banyak diminati.
Nurhayati menjelaskan, bubur ayam lebih menjangkau semua lapisan umur, dibandingkan dengan martabak. H Sulaiman sendiri memulai ikhtiar sajian buburnya dengan gerobak dorong. Baru mulai di tahun 90-an, ia mampu membeli tempat yang sekarang berada di Cikini, dari usahanya menjual bubur.
Kedai yang tidak terlalu luas, dan bertingkat beberapa lantai ini, sekarang mempunyai total karyawan sekitar 20-an orang, terbagi dengan mereka yang bekerja di dapur, dan bagian lain yang berjualan, seperti Nurhayati, yang bertanggung jawab di wilayah kasir.
Bubur Ayam H Sulaiman ini biasa disingkat orang-orang dengan “Burcik” atau Bubur Cikini, akronim yang sudah menyatu dengan nama tempat. Pertanda bahwa bukan sehari-dua hari H Sulaiman membuktikan eksistensi sajian bubur ayamnya.
Bubur Ayam H Sulaiman ini tipikal jenis bubur ayam tanpa kuah kuning, mengingat H Sulaiman sendiri berasal dari Cirebon, sepertinya ini jenis bubur ayam yang melawan mainstream, sebagai gagrak bubur ayam ala Cirebonan.
Bubur ayamnya sendiri saat disantap tanpa tambahan apapun sudah ada rasanya yang kuat, tipikal bubur yang tidak hanya berasa santan, penyedap dan garam.
Buburnya terasa kuat akan beberapa bahan rempah, yang paling terasa di lidah kami adalah aroma jahe yang samar-samar menguar. Sepertinya ini bukan tanpa alasan, mengingat keunikan Bubur Ayam H Suliaman ini juga dicampur dengan kuning telur mentah ayam kampung.
Hidangan menggunakan telur ayam kampung mentah dan langsung dicampurkan ke dalam hidangannya ini, seperti mengingatkan saat kami menyeruput palubasa di Makassar.
Bedanya, jika kuning telur mentah di palubasa terlihat mengambang, di Bubur H Sulaiaman ini, kuning telur mentahnya ada di dasar mangkok, tertutup dan seperti tersembunyi.
Sentuhan jahe dalam adonan Bubur H Sulaiman ini, sepertinya memang diniatkan sebagai penetralisir dari aroma kuning telur mentahnya, sehingga tidak heran jika menyecapnya kemudian, aromanya tidak meninggalkan jejak amis sama sekali.
Dan proses kuning telur tadi menjadi setengah matang, adalah hasil dari panas buburnya yang menyelimutinya, dan dibiarkan beberapa saat.
Porsinya sendiri, untuk ukuran kami cukup dermawan. Tekstur buburnya yang tidak encer dan tidak pula terlalu kental, warna buburnya agak kecoklatan, sekilas terlihat seperti oatmeal.
Jika sudah terhidang, dan menyesapnya, dan kalian masih merasa kurang bagian tertentu, jangan khawatir karena di mejanya juga disediakan beberapa botolan kecap manis, kecap asin, merica bubuk, dan sambal, untuk tambahan sesuai selera.
Oh ya, selain memesan bubur, kami juga menambah pesanan cakwe dan emping, yang masing-masingnya dihidangkan dengan mangkok yang berbeda.
Yang berbeda di sini juga rasa dari cakwenya, cakwe buatan sendiri ala H Sulaiman ini terasa seperti roti, dengan jejak manis yang dominan, alih-alih asin atau gurih. Dan testurnya juga tidak alot.
Nurhayati, juga bercerita soal suka dukanya sekian tahun setelah lulus SMA bergabung menjadi bagian usaha Bubur Ayam H Sulaiman ini. (tampilkan petikan wawancara Nurhayati soal suka duka)
Bubur Ayam H Sulaiman ini buka sejak jam 6 pagi, memenuhi “fitrahnya” sebagai sajian sarapan, dan tutup hingga larut malam, pukul 23.00.
Sebagai referensi untuk harga, pesanan kami yaitu bubur dengan telur ayam kampung setengah porsi, ditambah satu mangkuk cakwe, dan emping, dan dua es teh tawar, dibanderol harga Rp41.000,-
Mari makan, rasakan, dengarkan, dan ceritakan.