Narasi

Kuliner Legendaris Jakarta Restoran Trio Sejak 1947, Dari Ulasan Menu Hingga Harganya

Kuliner Legendaris Jakarta Restoran Trio Sejak 1947, Dari Ulasan Menu Hingga Harganya

Restoran di pinggir jalan besar, dengan dominasi bangunan warna hijau terang, bertuliskan “Restoran Trio” dengan cat putih itu, sudah berdiri sejak tahun 1947. Bangunan dengan papan font tulisan sederhana itu terletak di Jl Soeroso No. 29A, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat.

Saat memasukinya, tampilannya retro yang didukung dengan meja dan kursi kayu gaya lama, keramik yang khas rumah lama, lampion merah di beberapa sudutnya, alunan musik pop Barat tahun 70-an, dan beberapa ornamen pendukung yang menyatakan bahwa Restoran Trio konsisten menjaga gaya lamanya.

Ruangannya terbilang tak seberapa luas, dan menu makanan yang terpampang masih menggunakan ejaan lama dalam buku menu foto copy-an yang dilaminating, dengan jumlah deretan masakan yang cukup banyak, lebih dari seratusan menu.

Supaya tak bingung, Restoran Trio, menampilkan menu favorit pelanggan yang terpasang di papan. Restoran ini nyaris selalu ramai dipenuhi pengunjung dari berbagai generasi, selama lebih dari 70 tahun.

Sayangnya saat kami berkunjung, kami tidak sempat bertemu dengan Pak Effendy Sumartono, pemilik restoran ini. Dari informasi yang diberikan Pak Alex (menantunya), Pak Effendy sedang dalam masa pemulihan paska operasi. Dari Pak Alex, kami banyak berbincang soal restoran dan menu-menunya.

Restoran Trio libur hanya saat Lebaran, jam bukanya pun bisa dibilang unik. Pagi dari jam 10 hingga 14.00 siang. Dan sore dari jam 17.00 sampai jam 21.00. Soal jam operasional ini, Pak Alex mengungkapkan, bahwa ini sebenarnya adalah cara genarasi pertama dulu yang mengadopsi dari operasional khas gaya Belanda.

Kali ini, kami memesan sup asparagus kepiting dan bistik ayam. Kali pertama mendengar soal sup asparagus kepiting ini, sekian tahun lalu saat membaca salah satu tulisan almarhum Bondan Winarno yang menyentuh, berjudul “Gang Pinggir” tulisan tersebut ada dalam buku kumpulan tulisan Jalansutra yang diterbitkan awal tahun 2000-an. Bercerita soal hubungan emosional Bodan Winarno dengan ibunya yang dimediasi sup asparagus kepiting, dan menjadi santapan yang dicecapnya paska upacara pemakaman ibunya.

Dan tidak lama setelah memesannya, hidangan tersebut muncul dengan tampilan yang didominasi warna orange, disajikan dengan wadah yang khas dari mangkuk dengan model yang tidak biasa.

Hidangan yang masuk dalam daftar favorit di Restoran Trio ini, terdiri dari beberapa potongan asparagus, dicampur dengan telur kepiting, telur bebek, tidak lupa pula suwiran dari daging kepiting, dengan rasa yang sepertinya gabungan dari bumbu kaldu ditambah minyak wijen.

Saat mengunyah sup asparagus kepiting ini, yang langsung terasa adalah creamy di lidah dengan kenyal berserat saat menggigit potongan-potongan bagian asparagusnya. Kelihaian dari teknik ini adalah bagaimana rasa amis yang absen, meski menggunakan kombo bahan amis, dari kepiting dan telur bebek.

Pak Alex mengungkapkan, sajian ini biasanya disantap sebagai hidangan pembuka. Langkah yang sepertinya tepat kami coba dalam mengikuti instruksinya, sebelum kemudian kami melanjutkan menyantap hidangan berikutnya.

Selanjutnya kami mencoba bistik ayamnya, di mana tampilan luarnya seperti steak ayam dengan ayam yang digoreng dengan tepung menhasilkan warna yang agak pucat, proses yang sebelumnya sudah dimarinasi, dan peyajiannya dipotong-potong. Di sampingnya ada tambahan beberapa potongan kentang, timun, tomat.

Kemudian disediakan pula bumbu untuk semacam cocolannya. Berwarna gelap, yang sepertinya gabungan dari mentega dan kecap asin, dan saat dicampurkan dengan sajian bistik ayamnya menghasilkan sedikit sensasi asam, manis, dan saat dikunyah terasa gurih dari ayam dan tepungnya.
Pak Alex mengatakan, bahwa menu yang terhidang di Restoran Trio ini, adalah khas menu ala Cantonese.

Yang juga menarik untuk dicermati saat bertanndang ke sini adalah, soal kenapa Restoran Trio berpuluh tahun setia memakai kipas angin. Menurut Pak Alex, ada alasan kuat untuk tetap menggunakannya, karena ada aroma masakan dan ruangan yang perlu dijaga, menurutnya, ruangan yang berpendingin udara, kekurangannya adalah aroma masakannya menjadi kurang terasa.

Mari makan, rasakan, dengarkan, dan ceritakan.

Post Comment