Narasi

Kuliner Legendaris Jakarta: Gado Gado Bon Bin, Kenikmatan Olahan Bumbu Kacang & Ingatan Soal 98

Kuliner Legendaris Jakarta: Gado Gado Bon Bin, Kenikmatan Olahan Bumbu Kacang & Ingatan Soal 98

Area Cikini, Jakarta Pusat, menyimpan sejumlah kuliner legendaris yang bisa ditelusuri dengan berjalan kaki dari stasiun kereta api Cikini atau Gondangdia.

Salah satu deretan yeng perlu disambangi adalah Gado-Gado Bon-Bin, nama makanan dan tempat yang terasa ber-rima dan menjadi jenama yang ternama.

Saat mengunjunginya, di jalan Cikini IV No.5, Menteng, Jakarta Pusat, kami memilih waktu selepas jam makan siang. Dengan perhitungan supaya saat duduk lebih leluasa, sekaligus bisa berbincang dengan empunya tempat.

Ruangannya tidak terlalu besar, suasana rumahannya terasa, dengan penyejuk udara yang membuat langsung terasa nyaman saat memasukinya.

Prediksi kami tepat, ruangan terasa leluasa usai jam sibuk, Disambut oleh beberapa punggawa keluarga Wijaya, keturunan Ibu Lanny Wijaya, yang sedang sibuk dengan tugasnya masing-masing. Rata-rata usia mereka sudah senior, dan kini Gado-Gado Bon-Bin dijalankan oleh generasi keduanya sebagai usaha keluarga, setalah dirintis oleh Ibu Lanny Wijaya.

Ketika membuka pintu, terpampang bungkusan kerupuk dalam kemasan plastik yang bisa dipilih untuk menemani makan, di sebelahnya juga tersedia semacam oleh-oleh yang bisa dibawa pulang.

Saat ke sini, tentu saja kami memesan gado-gadonya. Ini adalah menu utama yang perlu dicoba. Meskipun ada pula pilihan lain yang juga layak dicoba, yaitu mie ayam, mie bakso, mie pangsit, ayam goreng kampung, hingga lontong Cap Go Meh.

Saat gado-gado pesanan kami datang, pertama yang mencuri perhatian adalah kerupuk udang utuh yang menutupi hampir separuh piring.

Sepiring gado-gado yang tersaji, terdiri dari irisan lontong, potongan kol, bayam rebus, irisan tahu, jumputan tauge, dan telur rebus. Untuk kemudian disiram dengan saus kacang yang terlihat pekat, tidak ketinggalan taburan emping, sebagai pugasannya.

Ketika mencoba menyendokkan ke dalam mulut, bumbu kacangnya terasa berbeda. Teksturnya halus sekaligus kental. Pilihan menggunakan kacang mede yang dipakai sebagai saus gado-gado, yang disiram dengan royal, membawa sensasi gabungan rasa gurih, manis dan asam. Dan puncaknya, saat ditaburi sambal. Elemen-elemen rasa tadi, seperti saling bersahutan di dalam mulut.

Saat kunyahan tadi selesai dengan sekian gigitan, masuk ke dalam kerongkongan, terasa lebih kontras dengan dorongan manis dan dingin, es cincau hitam, yang tidak lupa kami pesan.

Melakukan kegiatan tadi secara simultan, tidak terasa, beberapa titik kecil keringat muncuul di dahi, dan menyekanya, seperti menjadi bagian laku ekspresi kenikmatan.

Yang juga menarik, adalah bagaimana tekstur lontong yang saat dikunyah memberikan sensasi agak kenyal, yang memerlukan sekian gigitan untuk menghaluskannya, sebelum kemudian diantar menuju tenggorokan.

Hal itu, karena pembuatan lontong untuk bahan gado-gadonya pun, diniatkan dengan dibuat dalam waktu yang tidak instan, bisa memerlukan waktu lebih dari lima jam. Selain juga soal beras kualitas bagus yang mutlak diperhatikan.

Gado-Gado Bon-Bin memakai daun pisang khusus untuk membungkus lontongnya. Dan harus memakai daun pisang batu, supaya lontong yang dihasilkan bisa solid, dan tekstur tidak pecah.

Kami juga berbincang dengan Pak Hadi Wijaya, berusia 71 tahun yang masih tampak segar bugar dan senang berbagi cerita, sebagai generasi kedua Gado-Gado Bon-Bin, tentang cerita di balik perjalanan puluhan tahun bisnis kuliner keluarganya.

Kalau kalian mau datang, kedai ini buka dari pukul 10.00 pagi sampai 17.00 sore. Dengan kapasitas sekitar 50 orang, ruangan Gado-Gado Bon-Bin juga dilengkapi stop kontak untuk mengisi daya perangkat gawai di beberarapa sudutnya. Soal harga, sebagai referensi pesanan kami sendiri yaitu gado-gado dan es harganya sekitar Rp 66.000,-. Apakah kalian tertarik datang?

Mari makan, rasakan, dengarkan, dan ceritakan.

Post Comment