Kedai nasi uduk di bilangan jalan Cikini IV No.12, Menteng, Jakarta Pusat yang berdiri sejak tahun 1993 ini, cukup menjadi acuan penyuka nasi uduk di area Jakarta pusat dan sekitarnya.
Tempatnya agak tersembunyi, menghadap jalan kecil dengan pemandangan sekian meter di atasnya adalah jalur rel kereta api. Seperti ada suasana syahdu saat makan di sini sore hari, apalagi ketika turun rintik hujan, bersamaan deru suara kereta api lewat.
Ruangannya relatif luas dan bersih. Cocok untuk makan bersama keluarga, atau dengan rombongan teman. Beberapa meja dan kursi bisa disatukan dan cukup menampung satu rombongan dengan jumlah belasan.
Nasi uduk terlihat unik dengan dibungkus mengerucut menggunakan daun pisang. Saat membukanya, ada aroma wangi dengan beberapa jumputan bawang goreng yang sudah melunak, dan saat dicecap, rasa santannya bukan tipikal yang dominan, lebih terasa tipis dan ringan.
Ada banyak pilihan lauk yang ditawarkan, dari mulai uritan, paru, babat, tempe, tahu, udang, hingga ayam.
Dipesan dengan prasmanan, lauk yang dipilih akan langsung digoreng dalam wajan besar yang penuh berisi minyak, dengan suara api bergemuruh.
Kami memesan paru sebagai pendamping nasi uduk, dengan tekstur dagingnya sedang, tidak tebal, tidak pula terlalu tipis, dan setelah digoreng, terasa renyah di bagian pinggir-pinggirnya. Sementara di bagian lainnya, saat digigit cukup memberikan perlawanan di gigi, dan tekstur berseratnya masih samar terlihat merah kehitaman.
Kurang lengkap juga jika tanpa memesan tempe dan tahu goreng kunyit yang digoreng, jenis lauk “comfort”, dan sepertinya tidak perlu memberikan ekspektasi berlebih.
Sambalnya tampak merekah merah, mengkilat dari campuran minyak, dan saat dicocol meninggalkan rasa pedas yang sedang dan juga gabungan asam dari tomat, dan rasa manis yang tipis, sebagai penyeimbangnya.
Disediakan pula lalapan mentimun yang diiris memanjang. Kami memesan minum standar teh tawar sebagai pelengkap makan. Namun masih ada sejumlah pilihan minum lainnya jika kalian mau, seperti coffee beer, sarsaparilla, dan teh botolan, juga teh sereh yang di-display di kulkas.
Oh ya, saran kami, hindari jam sibuk, seperti waktu makan siang ketika berkunjung ke sini.
Untuk total pesanan kami dengan menghabiskan satu kerucut nasi uduk, paru, tahu, tempe, dan dua gelas es teh, kami merogoh kocek; Rp 55.000.
Mari makan, rasakan, dengarkan, dan ceritakan.