Penulis: Husni Efendi
Saat bertemu dalam kesempatan bedah buku terbarunya bertajuk “30 Menu dalam Satu Bulan” di bilangan Palmerah (25/5/2022), Sisca Soewitomo, salah satu legenda kuliner Indonesia tersebut menyapa semua yang hadir dengan hangat.
Berjalan pelan sambil melambaikan tangan, seorang yang populer dengan ungkapan; “bagaimana, mudah bukan membuatnya?” tersebut, langsung berinteraksi dengan para penggemarnya yang kebanyakan perempuan.
Di sela-sela bedah buku tersebut, Ibu Sisca tidak lupa mendemonstrasikan membuat tahu gejrot, dan es santan selasih. Proses tanya jawab, sembari menikmati hidangan buatannya di sore tersebut terasa menjadi intim dan hangat.
Nama Sisca Soewitomo, yang mulai tenar di akhir tahun 90-an saat membawakan acara memasak di salah satu televisi swasta itu, seperti menjadi panduan bagaimana cara memasak yang menyenangkan.
Intro musik dari acara tersebut bahkan masih terngiang di telinga, dan saat mendengarnya terasa romantik untuk membuat bergegas ke dapur dan memasak.
Julukan sebagai “ratu boga” sepertinya tidak berlebihan dia sandang, mengingat kiprahnya sejak buku resep pertama yang ditulis sejak tahun 1998, dan sampai sekarang sudah ada 150-an judul buku resep memasak hasil olah pikiran dan tangannya.
Kisah kecintaan Ibu Sisca kepada dunia masak-memasak diawali karena sering membantu orang tuanya memasak di dapur.
Pada podcast bersama Wisnu Nugroho dalam obrolan, “Sisca Soewitomo; Peran Cinta pada Cita Rasa, dan Siasat Menguatkan Niat”, Ibu Sisca menyampaikan bahwa dirinya mengawali ikut kursus memasak hanya berniat untuk bisa menambah penghasilan suami. Hal tersebut dia mulai dengan mendaftar di Akademi Trisakti jurusan perhotelan. Dan dia menekuni belajar masak-memasak dengan mendalam, hingga mendapatkan beasiswa dari American Institute of Baking di Manhattan, Kansas, Amerika.
Sepulang dari negeri Paman Sam itulah, nama Sisca Soewitomo mulai dikenal luas, bukan hanya ahli dalam masakan-masakan Nusantara, namun juga sebagai pengajar di almamaternya, maupun sebagai pakar tataboga. Beberapa nama yang sempat menjadi muridnya di antaranya adalah chef Rudy Choiruddin, dan chef Muchtar Alamsyah.
Penggemar lodeh dan sambal tempe ini menuturkan ada tiga representasi warna dasar bumbu dapur Nusantara: warna merah, putih, kuning. Masing-masing warna mempunyai detail campuran masing-masing, dan ketiga warna inilah yang biasanya banyak dijumpai dalam kuliner-kuliner Nusantara.
Saat ditanya apa masakan yang paling rumit atau sulit yang pernah dibuat, Ibu Sisca menukas;
“tidak ada yang complicated jika mengerjakannya dengan rasa cinta”
Idiom “mudah bukan membuatnya” terejawantahkan, karena menurutnya yang terpenting adalah hati kita saat melangkah ke dapur dengan rasa cinta, maka semuanya menjadi mudah.
Untuk menjadikan bagaimana dapur menjadi tempat yang membawa kegembiraan, menurutnya, jangan usir anak kecil di dapur saat melihat orang tuanya sedang memasak, itu yang akan membuat dia terus teringat sampai dewasa dan kelak menjadi suka memasak.
Saat bercerita bagaimana latar belakang pendidikan kedokteran yang dia tempuh dan profesi yang dilakoni sekarang, justru Ibu Sisca merasa ada kesamaan; jika dokter menuliskan resep obat, dirinya sekarang banyak menuliskan resep masakan.
Walaupun dirinya suka memasak, Ibu Sisca tetap menyempatkan waktu untuk jajan makanan di luar. Menurutnya, jangan menjadi sombong dengan hasil masakan sendiri, kita harus mengetahui hasil masakan orang lain. Karena dengan jajan makanan di luar, kita mendapat referensi atau acuan untuk memasak dengan berbagai variasi.
Namun yang tidak kalah penting, beliau juga menjelaskan bagaimana untuk tetap menjaga kebugaran tubuh dan menjaga kesehatan dengan mengontrol makanan yang disantap. Jangan makan terlalu banyak, makan secukupnya. Makan adalah bagian dari hidup, lakukan juga dengan seimbang.
Tapi di sisi lain, saat makanan atau jajanan di luaran begitu menggoda, perlu juga untuk menerapkan rasa “selalu cukup.” Ibu Sisca menyampaikan perlu banyak latihan untuk merasa cukup, dan latihannya dilakukan sepanjang hidup.
Sementara saat menjawab bagaimana rahasia sebuah masakan menjadi hidangan yang lezat, rumus yang dirinya sampaikan adalah memasak itu berangkat dari hati, dan dikombinasikan dengan pilihan bahan yang tepat, kemudian dieksekusi dengan cara memasak yang benar.
Pesan yang tegas disampaikannya juga adalah soal kalau sudah menekuni satu bidang itu harus konsisten. Itu pula hal yang dirinya lakukan dalam hal dunia masak-memasak.
Yang menarik disampaikannya juga adalah menggarisbawahi bahwa siapapun bisa memasak, yang penting kemauan, dan melangkah ke dapur dengan hati gembira.
Tidak bosan dirinya mengulangi penekanan bahwa meramu masakan harus dilakukan dengan rasa cinta, dari situlah akan tercipta hidangan makanan istimewa.
***
*Foto dokumentasi Folklor Rasa