Penulis: Husni Efendi
Dalam sebuah obrolan dengan Helmy Yahya di kanal youtubenya, William Wongso menceritakan tentang Anthony Bourdain dengan ungkapan mutlak, bahwa Anthony tidak pernah membicarakan fine dining, tapi street food.
Setiap kali mencoba street food dari satu daerah ke daerah lainnya;
“you always get culinary surprise”
Ungkap William mengutip Anthony.
Kejutan-kejutan itu terasa seperti saat menikmati tayangan Street Food Asia di Netflix.
KF Seetoh mengungkapkan, Singapura tak memiliki baju nasional seperti negara lain, lagu daerah apa lagi, yang tersisa untuk menyatukan adalah kuliner.
Atau bagaimana menyantap siput asap dan nasi hancur di Ho Chi Minh seperti bernostalgia di masa perang. Juga jajanan makanan kaki lima di Seoul ternyata tidak seromantis drama Korea, penjaja yang baru harus kuat mental juga cemooh dari pedagang lama.
Season dalam street food Latin America, bahkan lebih cadas. Amerika Latin yang kental dengan sejarah aroma perlawanan ini juga menyeruak dalam asap tortila buatan Pato Rodriguez di Buenos Aires. Kisah cinta sesama jenis yang dia pertahankan, dan kemudian diplomasi masakannya cukup melunakkan hati keluarga besarnya.
Atau Suzanna dari Salvador, yang menghidangkan moqueca, potret kelas pekerja militan yang menghutang untuk membuka warung, dan memasak untuk borongan pekerja konstruksi jalan proyek walikota, berakhir dengan mandor yang kabur tak membayar.
Saat menikmati season street food Latin America lebih jauh, kuliner tidak berdiri sendiri. Tango, capoeira, grafitti, bercampur dengan mencercap choripan dan fugazetta, atau saat tim kesayangan sepakbolanya menang, hidangan feijoada juga turut menyemarakkan.
Selang seling menonton kuliner kaki lima di beberapa negara Asia dan Amerika Latin ini layaknya drama perang yang personal.
Wajan dan kompor adalah pertaruhan hidup, memasak sekaligus memunculkan harapan, memasak mengajarkan pelan-pelan berani menghadapi hidup.
Memasak juga menjadi sikap tegas; “lebih baik menjadi kepala ayam daripada menjadi ekor banteng,” seperti diungkapkan Toyo, pedagang takoyaki dari Osaka yang kadang dianggap gila.
***
*Image credit: Rappler.com