Penulis: Husni Efendi
Dokumenter tentang semangkuk ramen, dan Kazuo Yamaghisi sebagai dewanya.
Ramen menjadi semacam karya seni yang tidak bisa ditandingi di tangan Yamaghisi dan kedai Taishoken-nya.
Yamaghisi seperti menabrak tabu dari kredo kuliner tentang “rahasia dapur”. Belajar 10 tahun tentang ramen tak membuatnya pelit berbagi ilmu. “Tidak ada rahasia dari dapurnya” ungkapnya.
Siapapun bisa belajar membuat ramen darinya, muridnya ratusan.
Bahkan nama “Taishoken” kedai miliknya, siapa pun bisa menuliskan sama plek di baliho kedai masing-masing.
Hari biasa orang bisa mengantri 2 sampai 3 jam untuk menikmati ramen di kedai Taishoken yang sempit.
Saat Yamaghisi mengumumkan memutuskan pensiun membuat ramen, dan hari terakhir melayani di Taishoken, dari penjuru kota datang, mengantri hingga 9 jam bahkan dianggap bukan halangan.
Dokumenter ini mengungkapkan kenapa ramen buatannya menjadi sangat istimewa, bukan hanya soal sikap tanpa kompromi Yamagishi tentang bahan, rasa, dan waktu.
Tapi juga tentang hal-hal personal darinya, soal kamar di lantai dua yang tertutup bersama semua kenangan tentang isterinya yang telah mendahului, kampung halaman, lukisan kucing yang dibiarkan tertutup minyak, peringatan dokter yang tidak dihiraukan soal kesehatan demi memuaskan pelanggan, dan kecintaannya yang mendalam kepada Fumiko.
*Sumber foto: jff.jpf.go.jp
**Sumber foto: tokyofood.blog128.fc2.com