Penulis: Husni Efendi
Selama ini mengetahui tentang komunitas Jalansutra hanya dari beberapa tulisan yang saya baca dari legenda Bondan Winarno. Sebuah kumpulan kolom tentang jalan-jalan dan makan-makan di Suara Pembaruan Minggu dan Kompas Cyber Media yang ditulisnya sejak April 2001. Hingga kemudian tulisan-tulisan tadi dibukukan dengan judul yang sama, Jalansutra.
Tidak cukup hanya itu, di beberapa kolom yang ditulisnya, Bondan juga seringnya memasukkan komentar-komentar pembaca, yang kemudian membuat wadah milis Jalansutra untuk mengumpulkan mereka yang mempunyai gairah dalam menceritakan dan menikmati kuliner dengan beragam bentuk dan ekspresinya.
Di halaman awal buku Jalansutra, tertanggal 29 April 2003, “Pengantar Jalan-jalan dan Makan-makan” Bondan Winarno, menjelaskan;
“Jalansutra bukanlah Jalan Sutra (Silk Road). Dan Makansutra bukanlah makan sutra (silk eating). Ingat Kamasutra – sutra (pengetahuan dan keterampilan) tentang kama atau hal-hal yang menyangkut hubungan ragawi antara perempuan dan laki-laki. Jadi, Jalansutra adalah pengetahuan tentang jalan-jalan. Dan karena jalan-jalan biasanya juga melibatkan makan-makan, maka Jalansutra sekaligus mengandung Makansutra.”


Dari kolom yang ditulis dan bermuara menjadi milis itulah, keakraban dari mereka yang awalnya asing dipersatukan dari lintas etnis, budaya, wilayah, melebur akrab via perantara cerita tentang jalan-jalan dan makan-makan.
Zaman bergulir, wadah milis bertansformasi berubah bentuk mengikuti pola teknologi, salah satunya menjadi grup WhatasApp.
Grup yang tiap jamnya bisa membahas sekian banyak perbincangan tentang kuliner dari beragam perspektif, dari soal teknis memasak hingga rekomendasi tempat makan, dari soal filosofi pangan sampai perubahan-perubahan layaknya fusion dan konteks sosialnya. Hingga variasi perbincangan-perbincangan receh — layaknya kudapan ringan yang hadir dalam menenggak minuman kaleng dan botolan.
Kesemuanya, adalah semacam ikhtiar merayakan dan mensyukuri kuliner dengan beragam penghayatannya.
***
Salah satu tradisi yang tetap lestari tersebut adalah kopdar potluck Jalansutra. Kumpul-kumpul yang kembali diadakan pertama kali setelah dua tahun lebih dihajar pandemi.
Bertempat di Goedkoop, Bendungan Hilir, Jakarta. Sabtu, 27 Agustus 2022 sekaligus seperti menjadi ajang temu kangen dengan kesepakatan membawa menu kecombrang versi masing-masing.
Bercerita dan menyantap berbagai olahan varian kecombrang menjadi menu utama di Sabtu siang yang mendung tersebut.
Kurang lebih 30 orang anggota grup Jalansutra hadir dengan cerita dan hidangannya.
Tidak cukup itu, Goedkoop selain berbaik hati menyediakan tempat, tidak tanggung-tanggung juga menyediakan sekian hidangan; beberapa piring panekuk apel, beberapa piring bitterballen (lengkap dengan cocolan moster/ mustard) dan beberapa piring poffertjes tabur gula halus dengan sepotong butter di tengah.
Tidak cuma itu, masih ada minuman es teh serai dalam botol, yang juga ditata dan disebar merata di dua meja panjang.
Sementara hidangan utama variasi kecombrang terdiri dari; nasi goreng sorgum kecombrang, nasi goreng cumi kecombrang, pepes ayam kecombrang petai, tongkol suwir kecombrang, ayam suwir kecombrang, teri kecombrang, cumi kecombrang, daun labu kecombrang, jantung pisang kecombrang, gulai ikan nila kecombrang, kari ayam kecombrang, megono, urap, sengkel cuciwis, sambal petai kecombrang, sambal wuluh kecombrang, dan acar kecombrang.


Kudapan non kecombrang yang dibawa peserta potluck pun ikut menyemarakkan; cheese cake, kue lapis, kue kering sagu keju, dan kue lumpur Sidoarjo.
Di antara sekian banyak menu tersebut, saya mencoba mencicipi nasi sorgum kecombrang, nasi goreng cumi kecombrang, dan sambal wuluh kecombrang.
Yang paling unik menurut saya adalah nasi sorgum kecombrang dan sambal wuluh kecombrang.
Sedikit asam dan sepat dari rasa dasar kecombrang ini, saya tadinya akan mengira menimbulkan rasa yang ekstrim saat dipadu dengan wuluh. Membayangkan saat membaca deskripsi “sambal wuluh kecombrang” pun agak sedikit ngilu.
Saat pelan-pelan dicoba, rasa asam tetap terasa karena dominasi wuluh tadi, namun perlahan rasa itu tertabrak dengan pedas dan segar yang seperti bersamaan datang di lidah.
Sebelum rasa tadi hilang, kemudian saya hajar dengan nasi goreng sorgum kecombrang. Ini yang paling menarik perhatian karena nasgor berbahan sorgum menurut saya unik. Selang seling, juga mencecap nasi goreng cumi yang memberikan variasi rasa asin gurih dalam kadar yang tidak berlebihan.
Dua komponen kecombrang dari dua nasi goreng tadi, di lidah saya kalah dengan sambal wuluh kecombrangnya.
Untuk menetralisir kemudian saya seruput kuah kari yang tidak terlalu kental, dan berasa cukup ringan.
Kudapan-kudapan manis sengaja tidak banyak saya sentuh di awal untuk merasakan awetnya beberapa variasi rasa kecombrang tadi. Terasa lebih lengkap kemudian, saat menenggak lemon grass tea dari Goedkoop yang terasa menjadi variasi rasa asam lain yang menarik.


Makan, mengudap, dan sekian perbincangan tentang makanan menjadi sesuatu yang menghangatkan di dalam ruangan tersebut. Sementara di luar, hujan turun semakin deras.
***
Bondan Winarno, di akhir pengantar buku Jalansutra tersebut menyampaikan, bahwa Jalansutra telah membuat dirinya menerima lebih banyak daripada apa yang telah dia berikan. Kebahagiaan itu ingin tetap dia lestarikan.
Dan, setelah pengantar buku yang dia tulis 19 tahun silam, Jalansutra masih tetap lestari hingga sekarang. Lengkap dengan sekian tradisinya. Kebahagiaan yang tidak hanya dirasakan anggota komunitas Jalansutra, namun semoga sekaligus menjadi kebahagiaan Bondan Winarno di alam sana.
Salam Maknyus!
***
*Foto header oleh Ruth Wijaya – Komunitas Jalansutra